Senin, September 22, 2008

Emergency Call From Home

Wow, kalo lihat postingan terakhir, kayaknya dah hampir dua bulan saya sama sekali gak ngutak-ngatik dunia perblog-an, baik itu diblogger, wordpress, friendster ataupun facebook. Iya nih, sibuk abis!!! Selepas pulang dari penelitian FASID Fieldwork Program 2008 selama 3minggu (6 - 23 Agustus 2008) di Jeneponto, saya kembali sibuk dengan proses belajar mengajar dikampus, mengejar target homework dari kantor yang bejibun pasca penelitian komunitas bareng mahasiswa-mahasiswa Jepang. Selang satu minggu masuk kantor, bertepatan dengan minggu pertama puasa, saya dikejutkan dengan berita masuknya Bapak saya diRumah Sakit Umum Fakfak (Papua Barat) karena penyakit Diabetes disertai komplikasi pada bagian kaki kanannya. Oleh dokter bedah disana kaki Bapak harus segera dioperasi, tapi Bapak berkeras menunggu saya datang dulu baru mau dokter mngutak-atik kaki beliau. Setelah saya bicara langsung dengan dokternya via HP mengenai kondisi sebenranya Bapak dan indikasi operasi untuk Beliau, saya setuju agar Bapak segera dioperasi, sebab jika tidak infeksi pada kaki akan bertambah luas. Bapak pun segera mengamini dengan bersedia dioperasi tanpa kehadiran saya disana.

Tanpa pikir panjang, saya yang masih diliputi suasana kerja rodi dikampus, segera terbang dengan pesawat kesempatan pertama menuju Fakfak, sebuah kota kabupaten dipapua Barat dimana hanya ada satu maskapai penerbangan Li** yang beroperasi dua kali seminggu (Selasa dan Sabtu). Oia, gak ada penerbangan langsung Makassar - Fakfak, melainkan harus transit dulu diAmbon, kalo lagi lucky transitnya hanya sekitar 3-6 jam diAmbon, kalo lagi gak lucky, terpaksa harus nginep di Ambon semalam sebelum melanjutkan penerbangan Ambon - Makassar. Kebetulan saya lagi gak lucky-lucky amat hiks, saya tertahan semalam diAmbon tapi syukur Alhamdulillah saya punya kenalan diAmbon yang membolehkan saya nginep dirumahnya semalam. Saya terbang dari Makassar hari Jumat Siang (12.00 WITA - 16.00 WIT), lalu keesokan harinya (Sabtu pagi) terbang lagi menggunakan pesawat Li** yang berkapasitas 50 org penumpang menuju bandara Fakfak. Jarak tempuh Ambon - Fakfak dengan pesawat kecil ini adalah sekitar 1.5 jam. Perjalanan menuju fakfak, alhamdulillah berjalan lancar walau ada sedikit turbulence ketika akan mendarat dibandara Fakfak.

Di bandara Fakfak, kedua adik saya Ria & Ika sudah menunggu untuk langsung membawa saya menuju ke Rumah sakit. Sayangnya, bagasi saya berupa sebuah travel bag berwarna biru tidak terangkut dari bandara Ambon. Aaargh....dongkol banget rasanya!!!! Disaat lagi buru-buru gini, kadang-kadang adaaaaaaa aja kejadian yang suka menghambat. Untung lagi puasa, kalo gak, bisa-bisa saya ngamuk-ngamuk lagi dibandara, hehehehe.....

Setelah melapor kepihak bandara, mereka janji bakal menelusuri keberadaan barang bagasi saya dan akan segera menghubungi balik begitu sudah tahu dimana barang saya tersebut. Untungnya sih, isi travel bag itu cuma berupa pakaian sehari-hari plus buku-buku pelajaran buat adik saya Ika yang masih duduk dibangku kelas 1 SMP (walau sempat protes, akhirnya adik saya ngerti kalo bagasi yang ketinggalan bukan karena keteledoran saya pribadi melainkan maskapai penerbangannya).

Selesai dengan urusan dibandara, saya segera dibawa keRumah Sakit. Orang yang pertama saya jumpai disana adalah beberapa perawat ruangan, tiga orang diantaranya adalah bekas teman sekolah semasa saya diFakfak dulu. Mereka menceritakan secara umum kondisi bapak saya yang sudah beberapa hari menjadi penghuni kamar VIP Aries. Jadi Bapak saya menderita penyakit Diabetes Melitus tipe 2 (biasa dikenal sebagai penyakit gula atau kencing manis dapatan) dimana gula darahnya sempat mencapai angka 400 mg/dl (Normal gula darah adalah <160 mg/dl). Parahnya lagi, pada kaki kanan beliau terdapat luka yang tidak kunjung sembuh-sembuh. Luka infeksi plus luka pisau bedah pasca operasi necrotomy (pengangkatan jaringan mati).

Menurut cerita yang saya dengar dari Bapak, awalnya hanya dimulai dengan luka kecil, yang oleh beliau dianggap biasa dan akan sembuh sendiri. Bukannya sembuh seperti dugaan awal, malah luka tersebut mulai melebar dan bernanah dimulai dari telapak kaki dan tembus ke arah punggung atas kaki kanan. Hal ini membuat bapak tidak dapat berjalan seperti biasa karena sakit yang sangat hebat setiap kali menapkkan kaki kanannya. Karena sakitnya makin menyiksa Bapak akhirnya memeriksakan diri ke dokter praktek, oleh dokter bapak didiagnosa menderita Diabetes Melitus tipe 2 karena pemeriksaan akhir GDS (Gula Darah Sewaktu) adalah 290 mg/dl. Oleh dokter disarankan tuk lukanya dibedah, hanya saja harus menunggu sampai gula darahnya turun dibawah 200 mg/dl. Hal ini sangat beralasan, mengingat gula darah yang tinggi dalam darah akan memperlambat penyembuhan luka serta pertumbuhan jaringan baru. Oleh dokter Bapak disarankan untuk diet nasi, digantikan dengan kentang yang memiliki kandungan glukosa lebih rendah. Setelah puasa nasi selama tiga hari akhirnya ketika GDS Bapak mencapai 181 mg/dl, Bapak segera disarankan untuk masuk Rumah sakit dan bersiap menjalani pembedahan untuk mengeluarkan nanah dari dalam kakinya yang membengkak.

Syukur alhamdulillah operasinya berjalan lancar. Tapi bapak harus tetap tinggal diRumah sakit untuk diobservasi dan perawatan luka di kaki pasca operasi. Sekarang punggung kaki kanan bapak berongga sekitar 50% sehingga daging segar berwarna merah beserta tendon bisa kelihatan setiap kali perban bapak dibuka. Setiap pagi, luka bapak dirawat oleh perawat diruang OK (Operasi), dilakukan debridement atau pengangkatan jaringan-jaringan debris yang sudah mati, demi menstimulasi pertumbuhan jaringan baru.

Tugas saya selama diRumah Sakit adalah menggantikan mama menjaga beliau selama 24 jam, saya bisa rasakan mama cukup capek dan stress dengan atmosfer rumah sakit ditambah lagi stress melihat kondisi bapak yang fluktuatif, kadang kelihatan normal dan rileks lalu tiba-tiba saja pucat dan hipoglikemi. Saya aja yang sejatinya adalah seorang perawat, kalo mo jujur sih sempat stress juga selama 17 hari tinggal diRS menemani Bapak, gimana nggak.....aktivitas terbatas mo ngapa-ngapain gak bisa sebebas dirumah (mandi, tidur, olahraga, hang out), mo bertanya atau konsultasi ke dokter yang menangani sulit juga coz jarang muncul visite, belum lagi kalo tiba-tiba dikasih resep obat yang ampe dua lembar dan obatnya gak ada diapotik RS melainkan diapotek lain yang jarknya sangat jauh? Uuurgh....kok gak disediain diRS seeeh?!

Anyway, jadi tiba-tiba dapet ide, gimana kalo buat research tentang efek hospitalilasi pada keluarga penderita yang mengalami penyakit kronik ya??? Siapa tahu kan bisa jadi masukan buat umah Sakit tuh, biar ada emacam family support kaleee........ Jadi bukan pasiennya aja yang perlu diberi treatment, tapi kluarga yang menjaga juga perlu tuk diberi konseling gitu supaya mereka juga bisa tetap tough menemani pasien selama perawatan .Hmmm....jadi semangat deh tuk meneliti^_^

1 komentar:

  1. and...
    akhirnya gimana?

    sudah sembuh kan?

    Thank you sudah berkunjung kembali...

    Inshaallah aku masih ingat... ketemu dekat brodway... waktu itu kamu mu ada acara buka puasa ya?
    dan waktu itu aku bareng Ali dan Wayan, kan?

    BalasHapus