Anggota Indonesian Society Sheffield sedang menyiapkan stand pameran budaya |
Saya cuma mau bilang, bahwa dinegara manapun kita berada, sebagai
warga negara Indonesia yang baik, menjadi duta budaya Indonesia itu
adalah keharusan, karena itu identitas kita. Mungkin kedengarannya agak
naif dan kekanak-kanakan, but i'm 100% serious lho yah! Saya selalu
salut pada mereka yang berani unjuk gigi pada dunia bahwa ada negara
namanya Indonesia, yang walaupun tersebar dimana-mana dalm bentuk pulau2
besar dan kecil, tapi kaya sumber daya alam dan budayanya. Tidak melulu
dikait-kaitkan dengan hal-hal negatif seperti sarang teroris lah,
supermarket bencana lah, negara korup lah, tapi ada hal lain yang bisa
dibanggakan oleh warga negaranya. It's beauty beyond diversity.
Keragaman budaya yang sangat cantik dan unik milik bangsa
Indonesiasemata, bukan milik negara tetangga sebelah yang suka
ngaku-ngaku! **mendadak sewot**
Sebaliknya saya sangat marah dan kesal jika ada student Indonesia yang
malu mengakui dirinya berasal dari Indonesia. Kenapa ko harus malu
sebagai orang Indonesia kah? **xixixi.....logat makassarnya keluar deh**
Apa karena Indonesia masih negara berkembang yang banyak hutang sana
sini karena pemerintahnya korup dan gak becus ngurus keuangan negara?
Ataukah karena negara ini gak dikenal dunia, gak seakrab dunia mengenal
Bali atau Singapore? So kalo tau gitu, ya perkenalkan doooong?! Siapa
lagi yang akan memperkenalkan Indonesia dihadapan masyarakat dunia kalo
bukan kita-kita ini warga negaranya yang mendapat kesempatan menjejakkan
kaki di luar negeri? Mulailah dari hal-hal kecil, dari diri kita dan
dari sekarang kata AA Gym.
Sering miris dah pokoknya, jika bertemu teman-teman Indonesia diluar
yang jika ditanya, kok gak ikut partisipasi dipameran budaya Indonesia
sih? Jawabnya banyak tugas lah, orang Indonesianya sedikit lah, gak ada
yang bisa dipamerin lah, daaaaaan masih banyak lagi alasan klasik
lainnya, yang ujung-ujungnya sebanrnya cuman gak mau repot dan takut
rugi gak dapet apa-apa jika diserahi tanggung jawab tsb. Kadang-kadang
lebih kesalnya lagi kalo dapat student Indonesia yang ngeyel, nantang
balik. Katanya, Ah kamu sih Ya' enak kuliahnya nyantai, gak banyak
tugas. Beda dengan jurusan A dan jurusan B yang tugasnya bejibun trus
harus fokus kekuliahnya kalo mau lulus dengan nilai bagus. Kamu aja deh
yang bikin, ntar kita datang sebagai penggembiranya aja yaaah!
Hellooooo.....gak salah nih?! Emang kamu pikir kuliah dibidang kesehatan
gak banyak tugas apa? Itu paper essay dan project yang bertumpuk dimeja
belajar bukan tugas serius ? Ckckckck....iiiiissshk! **gemesh pengen
ngejitak**
Walaupun tinggal diUK, tapi hatiku tuk Indonesiaku |
Universitas2 diluar tau persis bahwa student life is not all about
study, harus ada pengimbangnya yaitu kegiatan sosial, ikut organisasi,
olahraga atau sekedar menyalurkan hobi, dll. Makanya dibetuklah ratusan
klub ataupun organisasi dalam berbagai interest untuk menarik minat
mahasiswa bergabung. Mulai dari formal maupun informal, society yang
bertujuan melestarikan alam, menyulam, memanah, judo, karate bahkan klub
aneh2 semacam klub ajeb-ajeb (klub dugem) atau klub Free Hugs yang suka
ngasih pelukan gratis bagi siapa aja. **berpelukaaaaaaaaan**
Jadi kasian amat kalo ada mahasiswa kuliah keluar negeri semata-mata
hanya untuk meraih nilai High Distinction. Kasian, bener-bener kasian
dah hidupnya! Padahal bukan deretan HD atau nilai A berjamaah yang jadi
jaminan seseorang bisa sukses didunia kerja. Coba liat orang-orang
sukses disekeliling kita? Apa mereka orang-orang dengan predikat yang
terpintar sekampus atau juara Umum nasional atau internasional? Nope, i
dont think so! Nilai kuliah yang bagus memang perlu namun bukan itu
penentu segalanya. Soft skill seperti kemampuan komunikasi, leadership,
time management, networking, positive attitude, juga kemauan untuk
belajar hal-hal baru dan berani menagkap peluang saya rasa jauh lebih
penting. Orang2 yang memiliki skill ini adalah orang-orang yang tau cara
menjalani hidup, mereka bergaul dan berinteraksi dengan riil person
yang berbeda karakter yang jadi penentu keberahasilan mereka didunia
kerja nyata, jadi bukan karena bergaul melulu dengan lusinan textbook
kuliah atau komputer!
So, jika ada tawaran pameran budaya Indonesia atau berpartisipasi dalam
event budaya internasional dari kampus, saya gak pernah lewatkan
sekalipun. Sepadat apapun jadwal kuliah saya, sebisa mungkin saya ikut.
Meskipun bisa jadi mungkin personelnya hanya 2-3 orang dan persiapannya
kurang dari 1 minggu (biasanya otak saya jadi encer kalo terdesak kek
gini, hahaha!). Saya akan cari cara, gimana agar dalam keterbatasan
sumber daya manusia, dana dan waktu ini, Indonesia bisa tetap tampil
maksimal dan mengundang ketertarikan orang dari negara lain untuk
bertanya lebih jauh tentang Indonesia. Syukur2 kalo ada yang jadi pengen
berkunjung ke Indonesia setelah mendengar penjelasan kami, amieeeen
YRA.
Stand Indonesia di event kebudayaan Intro Fiesta University of Sheffield 2011 |
Saya dulu ingat masa-masa kuliah diSydney tahun 2006-2007. Bendera
Indonesia selama dua tahun berturut-turut selalu ikut terpajang berjejer
setara dengan bendera-bendera negara lain karena turut berpartisipasi
dalam event budaya "Infusion Week". Infusion week adalah event budaya
lokal maupun internasional yang diselenggarakan oleh University of
Technology Sydney (UTS) di negara bagian New South Wales Australia.
Kegiatan ini selama seminggu berturut turut menampilkan pagelaran budaya
dari students2 yang mewakili berbagai negara yang ada diUTS. Kalo saya
gak salah, lebih dari 100-an negara ikut berpartisipasi dalam acara
tersebut. Ada yang menari, nyanyi lagu tradisonal, memasak makanan
tradisional, pameran baju tradisional, dll bahkan sampai dikompetisikan
dengan iming2 dollar segala lho! Intinya tiap negara harus jor-joran
unjuk kebolehan budaya masing-masing kalo mau menang. Yang menentukan
siapa pemenangnya adalah beberapa jury dan penonton yang memilih
berdasarkan polling terbanyak negara mana yang performancenya sangat
menarik. Tahun-tahun sebelum saya kuliah disana, bendera Indonesia
jarang ikut dipajang karena tidak berpartisipasi, padahal saat itu sudah
ada beberapa mahasiswa Indonesia yang lebih dulu kuliah sebelum saya.
So, where were they? Can you guess where? **pura-pura gak tau**
Sebenarnya mungkin mereka ingin berpartisipasi kali yah, namun karena
tidak ada inisiator ataupun fasilitator, akhirnya niat mulia itu kandas
ditenggelamkan rutinitas kuliah. Pengen nyoba buat sendiri, tapi mungkin
gak tau harus mulai dari mana karena gak punya persiapan. So, ini saran
yang penting bagi siapapun yang akan keluar negeri, dengarkan
baik-baik! Persiapkan diri anda menjadi duta budaya jauh-jauh hari
sebelum keberangkatan ke Luar negeri! Suka atau gak suka, Anda adalah
duta budaya Indonesia, perwakilan Indonesia secara tidak resmi diluar
negeri sana. Suatu saat Anda harus bisa menjelaskan tentang budaya
Indonesia yang sangat beragam. Syukur-syukur kalo punya skill dasar jika
memang harus menunjukkan kebolehan bakat seni anda seperti nari, nyanyi
tradisional, masak-masakan Indonesia, jadi model untuk pakaian
tradisional di catwalk, atau apa saja yang bisa memperkenalkan pada
dunia, Ini lho Indonesia.
Sebelum saya berangkat kuliah diSydney, saya sudah mempersiapkan diri
jauh-jauh hari sebelumnya apa yang akan saya tampilakan ttg Indonesia.
Saya berburu baju tradisional khas Sul-Sel, belajar masakan khas
Indonesia (baca: makanan favorit saya, hahaha), kursus singkat tari
Saman (Aceh) dan tari Yospan (Papua). Tapi berhubung kedua tarian ini
adalah tarian kolosal dan agak sulit mengajarkannya dalam waktu 2-3
hari, akhinrya saya berinisiatif untuk menggantinya dengan tarian lain
yang lebih mudah dipelajari. Setelah searching Youtube sana-sini,
akhirnya pilihan saya jatuh pada tarian poco-poco. Kenapa poco-poco?
karena tarian ini lagi trend-trendnya di Indonesia. Anak kecil - dewasa,
tua-muda, laki-perempuan kayaknya familiar dengan jenis tarian ini
karena gerakan dasarnya cukup mudah. Tinggal melangkah kekiri kekanan,
depan - belakang lalu berputar berlawanan arah jarum jam. Selain itu
gerakannya juga energik ditunjang dengan musik dari Yopie Latul yang
menghentak, jadi bikin semangat siapa saja yang mendengarnya.
**Nyanyi: Balenggang pata pata, ngana pe goyang pica pica, ngana pe bodyiiii, poco poco......** shaahhh, tarik maaaaang!**.
Tapi berhubung karena gerakannya tarian Poco-poco agak sedikit monoton,
maka saya buat modifikasi dan memasukkan beberapa unsur tarian
tradisional Indonesia lainnya. Tarian pembuka saya masukkan gerakan tari
Tor-Tor dari Batak, lalu saya tambahkan beberapa gerakan Yospan (Yosim
Pancar dari Papua), Cha-cha untuk jedanya, terakhir ditutup dengan
gerakan tari pergaulan Lulo dari Palu, Sulawesi Tengah. Semua gerakan
ini pernah saya pelajari saat duduk dibangku SMP dan SMU diPapua.
Oke, kembali ke persiapan Infusion week, syukurnya saat itu ada sekitar 5
orang student Indonesia lain yang berhasil saya ajak untuk
berpartisipasi dalam tarian poco-poco tsb. Walaupun group Poco-poco kami
gak menang, tapi antusiasme dari penonton yang ikut belajar poco-poco
bersama-sama kami yang membuat semua rasa letih dan lelah hilang, blas
blas blas. Saya juga bangga dengan diri saya, karena ternyata bisa
menjawab tantangan dan bisa unjuk gigi sebagai coreografer dadakan untuk
tari kreasi Indonesia **cieeeeh...izin bangga sebentar yah, hehehe**.
Sayangnya tahun berikutnya ada sedikit kendala. Saat itu jumlah student
Indonesia diUTS mulai berkurang banyak. Kebanyakan pada mulai sibuk dgn
kuliahnya dan gak bisa dihubungi. Yang tersisa saat itu tinggal saya dan
teman saya dari Manado, Lisa. Untung kami punya satu visi dan hobi yang
sama gilanya **She is my partner in crime, like Bonny & Clyde,
hahaha** Mau tetap poco-poco tapi gak mungkin berdua. So, akhirnya kami
atur siasat tuk menambah personel group poco-poco kami. Timbullah ide
untuk merekrut mahasiwa dari negara lain. Saya berupaya membujuk teman
kuliah saya dari Mozambique, dan Lisa membujuk teman flatnya yang anak
Jepang. It worked! Teman kuliah saya Olga, mau diajari Poco-poco karena
saya bilang tarian itu bisa menurunkan berat badan lho,
hohohoho.....hanya butuh waktu sekitar 3 hari kami mengajari mereka,
maka jadilah tarian poco-poco campur sari, hehehe. Secara tidak langsung
kami sebenarnya sudah memperkenalkan ke orang-orang ini bahwa tarian
Indonesia itu fun, cheerful dan mudah untuk dilakukan. Cuman kalo saat
itu mereka minta diajari tari Pendet atau tari Saman, mati dah!
Lomba masakan khas negara juga kami selalu ikut. Tahun pertama kami
masak Nasi kuning yang dibuat tumpeng alaBlue Mountain (salah satu
tujuan wisata alam diNSW). Tahun berikutnya kami buat martabak telur.
Tau gak, seumur-umur diIndonesia, saya gak pernah membuat dua jenis
makanan ini. Ngapain masak sendiri, wong ada yang sudah jadi kok, beli
ajah! Tapi berhubung ini diOstrali bukan Makassar sodara-sodara, gak ada
yang jual makanan kayak gitu! Jalan terakhirnya adalah belajar masak
nasi kuning trial and error dalam 2 kali percobaan. Usaha kami berbuah
hasil lho, nasi kuning ala Blue Mountain kami dapat juara tiga!
Alhamdulillah yah...... Juara tiga karena kata jurinya aroma nasi dan
lauknya enak walaupun nasi kuningnya masih agak kurang mateng, hehehehe
**masak nasi dirice cooker yang kepenuhan**. Coba kalo masaknya pas
matengnya? Wohohoho, terancam juara 1 tuh kayaknya;)
Anyway, lain ladang lain belalang, dulu Ostrali sekarang UK **jiaaaaah,
gak nyambung lagi deh**. Weekend ini akan ada cultural exhibition di
universitas tempat saya sekarang menimba ilmu, The University of
Sheffield, UK. Nama eventnya Intro Fiesta Global Village 2011. Konsepnya
mungkin gak terlalu jauh beda seperti Infusion Week milik UTS, meski
jumlah peserta negara yang buka stall gak sebanyak peserta diSydney
(waktunya singkat dan tempat yang sangat terbatas). Trus juga gak ada
kompetisi masak dan tari-tarian tradisional kayak diUTS dulu, coba kalo
ada, ikyuuuuut!!! Tapi gak papa deh, Mo banyak atau sedikit negara
pesertanya, I'll do my best for Indonesiaku tercinta. Doakan acaranya
sukses yah;)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar